Kamis, 09 Mei 2013

Kita dan Budaya Patriarki

Budaya patriarki sebenarnya sudah menjadi santapan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari baik secara sadar maupun tidak sadar. Bahkan wacana ini juga menjadi pokok penting dalam diskusi dikalangan akademisi terutama bagi mereka yang menenggelamkan dirinya dalam kajian-kajian gender dan feminisme. Tidak jarang kita jumpai konsep ini menjadi perdebatan rutin diantara dua kubu yaitu antara kubu pro patriarki dan kontra patriarki.

Kubu pro patriarki merupakan mereka yang nyaman  dengan segala ‘surplus’ yang diberikan oleh patriarki tersebut dalam kehidupan mereka. ‘surplus’ itu bermacam-macam, mulai dari kekuasaan, peran bahkan kontruksi hukum serta norma-norma yang ada dimasyarakat. Kubu kontra patriarki jelaslah mereka yang dirugikan dengan adanya budaya tersebut karena mereka mendapatkan kerugian dari hal itu. Kerugian tersebut bisa berupa kekerasan (fisik, budaya,ekomoni.dll), penindasan hingga diskriminasi.

Individu yang berada dikubu ini bukanlah terdiri dari 1 sex (jenis kelamin) saja, kedua kubu ini mempunyai pendukung perempuan dan laki-laki tetapi dalam kuantitas yang mungkin tidak sama. Pendukung patriarki lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki dari pada perempuan, sebaliknya juga yang kontra patriarki lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

Singkatnya tentang Patriarki

Patriarki adalah suatu sistem dimana adanya relasi yang timpang antara yang mendominasi dan yang didominasi, dimana yang mendominasi mengontrol yang didominasi. Biasanya ini berkenaan terhadap ekspresi gender dimana yang mendominasi adalah kaum-kaum maskulin (superior) sedangkan yang didominasi adalah kaum-kaum feminine (inferior).

Jika diulas sedikit tentang sejarah penindasan masyarakat yang digoreskan Fredrick Angel dalam bukunya Asal Usul keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara maka dapat disimpulkan budaya patriarki ini muncul pada zaman peralihan yaitu peralihan zaman paleolitikum dan zaman logam yang dimulai dari adanya aktivitas bercocok tanaman holtikultura yang dilakukan oleh perempuan, kemudian domestifikasi binatang buruan menjadi ternak hingga ditemukannya baja/logam dan api yang dibuat menjadi bajak sehingga dapat mengelolah tanah lebih luas. Pembajakan ini dilakukan oleh laki-laki karena perempuan tidak bisa lagi mengkombinasikan pekerjaan memelihara anak dengan produksi pertanian dan hal lain yang melatarbelakangi kenapa perempuan tidak membajak karena proses evolusi tubuh perempuan yang berubah pada zaman holtikultura. pembajakan mendapatkan hasil yang banyak sehingga terjadi akumulasi modal dan menyebabkan surplus, jelas yang mendapatkan surplus adlah laki-laki sehingag muncul kepemilikan pribadi. Surplus ini lah yang memulai adanya budaya patriarki dimana perempuan mulai didomestifikasi dan hanya difungsikan sebagai alat reproduksi untuk menghasilkan generasi yang nantinya generasi dijadikan sebagai tenaga kerja. Perempuan menjadi penting sebagai alat perdagangan karena memiliki rahim untuk memproduksi anak, karena perempuan menjadi alat perdagangan maka munculah mekanisme pasar yaitu sistem jual beli perempuan disebut Mahar atau mas kawin. Hal diatas lah yang melatarbelakangi muncul patriarki di masyarkat. Sistem ini lah yang diadopsi dan turun temurun hingga sekarang dikalangan masyarakat di bumi ini.

Keuntungan dan Kerugian Patriarki Sebuah Ketimpangan

Sebuah sistem terlahir dari kognitif manusia yang beragam, berhasilnya sistem diterapkannya dalam kehidupan karena sebuah kesepakatan beberapa pikiran lebih singkatnya karena adanya kekuasaan serta suara mayoritas (dari aspek kuantitas pada saat dimana sistem itu ingin diterapkan). Mereka yang memiliki kuasa ataupun yang mayoritas tadi akan merasa mendapat keuntungan dari sistem tersebut. Tetapi, pertanyaan selanjutnya yang muncul bagaimana dengan mereka yang tidak setuju dengan sistem itu atau bagaimana orang-orang yang tidak mempunyai kekuasaan (atau bisa saja memiliki kekuasaan yang lebih lemah) pasti akan merasa dirugikan dengan sistem tersebut.

Patriarki memberikan keuntungan kepada laki-laki (atau individu maskulin) yaitu dalam keluarga saja misalnya, si Ayah menjadi kepala rumah tangga, menjadi pemegang kekuasaan absolut dalam keluarga, dalam hal pemerintahan laki-laki akan lebih dipercaya dalam memimpin karena dalam sistem patriarki laki-laki maskulin lah yang menjadi jenis kelamin superior, dalam hal beribadah laki-laki yang akan menjadi imam yang memimpin ibadah, dll. Keuntungan patriarki bagi perempuan adalah rasa kenyamanan yang didapatkan misalnya dalam masyarkat banyak perempuan menggunakan sistem patriarki sebagai perlindungan diri. Contohnya jika ingin memanjat pohon besar, maka siperempuan akan mengatakan kepada silaki-laki agar memanjat karena dia hanya perempuan yang harus dilindungi, kemudian dalam hal pemenuhan ekomoni dalm keluarga, sering sekali siperempuan menyalahkan laki-laki ketika silaki-laki tidak mampu memenuhi kediupan ekonomi karena sistem patriarki sudah mengkontruksikan laki-laki lah penopang ekomoni keluarga.

Tidak berbeda jauh dengan kerugian dari budaya patriarki, laki-laki juga merasa dirugikan dalam budaya patriarki, misalnya : ketika seorang laki-laki tidak mempunyai kesiapan sebagai imam dalam keluarga mungkin karena factor psikologis maka dia akan dikucilkan, laki-laki yang yang tidak bisa mengekspresikan gendernya menjadi maskulin akan mendapat soroton dari masyarkat yang mengatakan banci, bencong, cemen dll, bahkan laki-laki yang memiliki sifat femimin sangat rentan menjadi korban kekerasan dan diskriminasi karena patriarki mengharuskan laki-laki yang maskulin dan kuat. Kerugian patriarki buat perempuan juga tidak kalah banyaknya, dalam keluarga khusunya penganut patrilineal akan mengutamakan anak laki-laki dari pada perempuan untuk penerus marga, kemudian dari pembagian harta warisan perempuan akan selalu mendapat bagian yang paling sedikit dari laki-laki, kepemilikan atas perempuan (perempuan dijadikan hak milik laki-laki) dengan cara pembelian perempuan melalui mas kawin artinya perempuan dijadikan objek (barang), tubuh perempuan menjadi makanan empuk atas kekuasaan baik politik tubuh perempuan yang mengekang kebebasan perempuan dalam berbusana, stigma yang mengatakan perempuan adalah sumber dosa dan maksiat karena tubub yang dimilikinya sehingga akan muncul tindakan kriminalisasi atas perempuan (pelecehan seksual, pemerkosanaan),bahkan dalam sistem patriarki perempuan menjadi kelas nomor dua dalam masyarakat.

Bagaimana Kita Bertindak ?

Ketika kita mendapatkan sebuah keuntungan, maka jelas kita tidak akan serta merta melepaskannya begitu saja. Tetapi, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana ketika segala keuntungan itu kita nikmati diatas penderitaan orang lain? Bukankah kita mahluk yang memiliki nurani ?

 Menghapuskan sistem patriarki bukanlah seperti membalikan telapak tangan, patriarki suatu menjadi konsep, acuan, indicator dalam segala aspek kehidupan masyarkat. Mulai dari agama, hukum, adat istiadat, norma, politik dll. Jika sistem ini juga akan dipertahankan maka semakin banyak korban jiwa yang sengasara bahkan hingga kegenerasi kita kedepan.

Hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah dengan memulainya dari dalam diri kita sendiri, mengurangi rasa ego kita atas keuntungan patriarki kepada kita. Bagi kita yang diuntungkan atas patriarki, tidak merasa menjadi superior karena itu awal dimana kita melakukan penindasan, diskriminasi terhadap orang lain.

Manusia dimuka bumi ini adalah sama, bahkan kedudukannya setara karena kita terlahir dalam keadaan yang sama. Tetapi mengapa ketika kita sudah menginjakkan kaki di dunia ini menjadi ada dua kubu antara superior dan inferior ? keuntungan atas patriarki yang kita alami merupakan penindasan atas orang yang dirugikan oleh patriarki dan itu adalah pelanggaran atas hak asasi manusia.


-Edison F.Swandika Butar butar