TEORI KEADILAN MENURUT PARA AHLI
OLEH
EDISON F.SWANDIKA BUTAR BUTAR
100905015
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
1. Teori Keadilan Aristoteles
Dalam buku : nicomachean ethics
keadilan di pahami dalam arti KESAMAAN, Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional . Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.
Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana.keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat.
2. Teori keadilan John Rawls
Dalam buku : a theory of justice
Teori keadilan Rawls dapat disimpulkan memiliki inti sebagai berikut:
- Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri,
- Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya dapat dizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
- Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran, dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.
Untuk
meberikan jawaban atas hal tersebut, Rows melahirkan 3 (tiga) pronsip
kedilan, yang sering dijadikan rujukan oleh bebera ahli yakni:
- Prinsip Kebebasan yang sama (equal liberty of principle)
- Prinsip perbedaan (differences principle)
- Prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle)
3.Teori keadilan dalam filsafat hukum Islam
Gagasan Islam tentang keadilan dimulai dari diskursus tentang keadilan ilahiyah, apakah rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk untuk menegakkan keadilan dimuka bumi tanpa bergantung pada wahyu atau sebaliknya manusia itu hanya dapat mengetahui baik dan buruk melalui wahyu (Allah).
Pada optik inilah perbedaan-perbedaan teologis di kalangan cendekiawan Islam muncul. Perbedaan-perbedaan tersebut berakar pada dua konsepsi yang bertentangan mengenai tanggung jawab manusia untuk menegakkan keadilan ilahiah, dan perdebatan tentang hal itu melahirkan dua mazhab utama teologi dialektika Islam yaitu: mu`tazilah dan asy`ariyah.
Tesis dasar Mu`tazilah adalah bahwa manusia, sebagai yang bebas, bertanggung jawab di hadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar – yaitu, tak bergantung pada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu melihat yang baik dan buruk secara obyektif
Tesis dasar Mu`tazilah adalah bahwa manusia, sebagai yang bebas, bertanggung jawab di hadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar – yaitu, tak bergantung pada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu melihat yang baik dan buruk secara obyektif
4. Teori keadilan Plato
keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan
adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki
elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
- Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
- Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan, misalnya berikut ini:
- Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan,
- Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
- Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.
Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada
struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala.
Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan
demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan
hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai
kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat
diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan
digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia
yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak
dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher
5.Teori Keadilan Sayyid Qutb
Dalam buku : Al-‘Adalah al-Ijtima‘iyyah fi al-Islam
Menurut Qutb, keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter
khusus, yaitu kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai
kesatuan harmoni dan sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas dari
alam raya di bawah arahan Penciptanya. Keadilan Islam menyeimbangkan
kapasitas dan keterbatasan manusia, individu dan kelompok, masalah
ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi dalam kemampuan individu. Ia
berpihak pada kesamaan kesempatan dan mendorong kompetisi. Ia menjamin
kehidupan minimum bagi setiap orang dan menentang kemewahan, tetapi
tidak mengharapkan kesamaan kekayaan.