Senin, 28 November 2011

Harus Menjadi heteroseksual ?

Orientasi seksual bukan barang yang ada dipajang di grosir, mall bahkan di toko². Yang bisa kita pilih sesuka kita. Orientasi seskual merupakan suatu given yang diberikan ketika kita datang dan dilahirkan kedua ini. Dan yang harus kita aplikasikandan nikmati. Berbicara masalah given, berarti sesuatu yang tidak harus kita rubah, tetapi kita syukuri.
Orientasi seksual yang terbagi pada dasarnya menjadi 3 yaitu heteroseksual ( berlawan jenis), homoseksual ( sejenis) dan biseksual ( sejenis dan berlawan jenis). Secara umum dan mayoritas penyandang heterosksual menduduki tempat tertinggi dari pada homoseksual. Disini saya hanya bebricara mengenai 2 hal saja yaitu heteroseksual dan homoseksual, karena hal ini yang paling sering menjadi isu ketidakadilan.
Seperti yang saya jelaskan diatas, akibat mayoritas heteroseksual itu maka secara otomatis homoseksual merupakan kaum minoritas yang didoktrin aneh dan juga tidak layak mendapatkan pengakuan. Pada hal secara harfiah kedua hal ini  seharusnya memiliki kedudukan yang seatara karena keduanya dilabelkan dengan nama “ORIENTASI SEKSUAL”.kembali lagi ke factor mayoritas dan minoritas. Para penyandang mayoritas selalu mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan pengakuan yang lebih absah, karena dari segi nominal mereka jelas lebih memiliki power sehingga mereka mersa menjadi lebih hebat, benar dan lebih special. Sehingga alat dan label mayoritas itu mereka gunakan untuk mengalhakn kaum-kaum minoritas yaitu homoseksual dan mereka mulai member doktrin-doktrin aneh, jelek bahkan pelecehan terhadap kaum homoskesual yang sebenarnya merupakan teman sejawat dan se kedudukan dalam dimensi orientasi seksual.
Kaum minoritas ini akhirnya menjadi manusia-manusia penakut bahkan tersembunyi dan tidak berani berekspresi didepan umum . bahkan hak-hak dasar mereka sebagai warga Negara mulai di kecam dan bahkan tidak dianggap. Bahkan segala bentuk pemikiran mereka dianggap salah dan tidak bisa dipercaya. Dan yang lebih mengerikan, terkadang keluarga sendiri bahkan mulai menjauhi mereka, tidak ada ruang abgi mereka-mereka merekspersi dengan segala bentuk teori dan keahlian yang mereka miliki.

Pertanyaan besar adalah, haruskan homoseksual menjadi heteroseksual untuk bisa diakui dan masuk ke ruang dimensi yang dianggap sah dan di terima. Harus kan minoritas menjadi mayoritas. Bukankah seharusnya mayoritas merangkul kamu minoritas bukan malah melakukan diskrimintatif. Dan kembali keawal, bahwa orientasi seksual adalah given. Haruskan kita merubah dan menapik pemberian ?

Sabtu, 26 November 2011

ORIENTASI SEKSUAL MENJADI PERDEBATAN ?



                Berbicara orientasi seksual mungkin secara umum orang akan beranggapan bahwa sebatas ketertarikan terhadap sesame jenis. Sedangkan bentuk lain merupakan suatu keanehan yang harus di hindari bahkan tidak boleh ada. Sehingga segala orientasi seksualyang di luar orientasi ketertarikan kepada lain jenis harus perlu dibasmi dan di perdebatkan.
            Orientasi seksual adalah adalah pola ketertarikan seksual emosional, romantis, dan/atau seksual terhadap laki-laki, perempuan, keduanya, tak satupun, atau jenis kelamin lain. American Psychological Association menyebutkan bahwa istilah ini juga merujuk pada perasaan seseorang terhadap "identitas pribadi dan sosial berdasarkan ketertarikan itu, perilaku pengungkapannya, dan keanggotaan pada komunitas yang sama. Orientasi seksual biasanya dikelompokkan menurut gender atau jenis kelamin yang dianggap menarik oleh seseorang, yaitu heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Di antara heteroseksual eksklusif dan homoseksual eksklusif terdapat kelompok-kelompok orientasi seksual antara, termasuk berbagai bentuk biseksualitas. Pembagian ini kadang dianggap tidak pula mencukupi karena ada kelompok orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai aseksual. Para seksolog pun menganggap skala linear antara heteroseksual dan homoseksual ini merupakan penyederhanaan yang berlebihan terhadap konsep identitas seksual yang lebih luas.
            Di Indonesia (masyarakat awam) menyatakan bahwa homoseksual dan biseksual dianggap merupakan suatu penyimpangan atau pun penyakit. Pada hal secara tegas pada 17 mei 1975 badan kesehatan dunia yang di bawah naungan PBB yaitu WHO jelas menyatkan bahwa homoseksual bukanlah sebuah bentuk gangguan jiwa tetapi suatu bentuk keberagaman orientasi seksual. Peryataan ini lebih dipertegas lagi dalam pedoman penggolangan diagnose gangguan jiwa pada tahun 1993 oelh departemen kesehatan republik Indonesia.
            Keberagaman orientasi seksual ini seolah menjadi perdebatan yang seharusnya tidka perlu diperdebatkan. Kerena orientasi seksual merupakan suatu keberagaman yang memang ada, bukan karna dibentuk dengan sengaja.


Kamis, 17 November 2011

DAMPAK EKSISTENSI BHINEKA TUNGGAL IKA TERHADAP KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA


Mungkin jika di Tanya sekarang secara personal “apakah itu bhineka tunggal ika?” pasti bias di pastikan kita mengetahuinya dan dengan cepat akan menjawab “itu kan semboyang Negara kita, berbeda-beda tetapi tetap satu”. Sekilas istilah itu hanya menunjukan adanya  suatu tujuan Negara menjadikan masyarkat yang menyatu, tetapi telah terinterpretasi suatu sikap politik yang sangat tegas untuk mencapai persatuan yang tidak bias di tawar-tawar.
Sikap yang tidak bisa digugat ini pun sangat berdampak terhadap keberadaan kebudayaan yang ada diindonesia yang kita ketahui begitu beragam, keberagaman budaya itu tidak mendaptakan kedudukan yang layak lagi dan tidak mendapatkan jatah berekspresi yang berujung dengan lahirnya sikap-sikap pembangkangan terhadap Negara seperti parasitisme,konflik social, konflik antar suku dan juga terror.
Kesalahan pengelolaan keberagaman budaya dengan indicator bhineka tunggal ika telah menetaskan dampak-dampak buruk. Beragamannya kebudayaan, suku bangsa, agama dll yang ada di Indonesia merupakan suatu bukti kongkrit bahwa Indonesia Negara yang plural. Gerakan pemersatu perbedaan ini kedalam satu wadah kebersamaan telah menjadi suatu bentuk penghambat pengekspresian budaya dalam berbagai bentuk. Contoh yang paling jelas adalah lepasnya timor leste dari Indonesia merupakan suatu bentuk gagalnya cita-cita pemersatuan ini, belum lagi aceh, dan papua yang sampai saat ini masih terus berjuang  menggapai kemerdekaan nya dan kita lihat kembali Ambon daerah konflik merupakan contoh yang sangat jelas bagaimana kebudyaan yang salah urus ini.
Keberagaman etnis yang jumlahnya cukup besar da tersebar di wilayah geografis Indonesia menjadi gambaran tentang kompleksitas kebudayaan yang ada di Indonesia dan yang mengakibatkan sulitnya terjalin komunikasi. Perbedaan itu menunjukan cara pandang yang berbeda dan perlakuan system nilai yang berbeda adanya juga perbedaan tingkah laku social, ekomoni dan politik satu dengan yang lain. Akibat adanya semboyang pemersatu ini lah semua perbedaan itu dikesampingkan karena dinilai menjadi factor penghambat integrasi dan juga menghambat pembangunan yang menjadi satu-satunya ideology yang sahih pada waktu zaman orde baru.
Penataan keberagaman etnis ini juga terdapat kecenderungan yang sangat vatal yaitu pada konsep mayoritas dan minoritas. Etnis-etnis mayoritas mendapat pengakuan dan kedudukan yang layak dalam berbagia bentuk, sementara etnis minoritas yang tidak memiliki eksistensi mengalami marginalisasi. Orang jawa telah mendapatkan privelense pemerintahan dalam program trasmigrasi demikian juga orang Madura mendapat privelense di Kalimantan. Sedangkan suku-suku minoritas di daerah di anggap terbelakang dan harus di indonesiakan (suparlan). Suku-suku yang tersebar di berbagai tempat yang dianggap masih terasing (kubu,badui dll) telah menjadi berbeda dan mendapat perubahan gaya hidup dna hilangnya sifat dan karakter dasar dari etnis tersebut akibat adanya proses pemersatuan dan pengembangan suku-suku itu.

Pemakasaan penggunaan bahasa persatuan (bahasa melayu) merupakan bukti jelas juga yang mengakibatkan lebih dari 512 bahasa local mengalami nasib yang sangat memprihatinkan dan mengalami kemunduran karena dianggap adanya perbedaan logika berfikir akibat bahasa local itu. Pada hal jika di tinjau secara antropologis bahasa bukan lah hanya sebagai alat komunikasi belaka, tetapi baahsa menyimpan makna yang dan tata kelakuan yang beragam dan berbeda. Bahasa yang kaya dengan eksperi budaya akhirnya mengalami kemunduran daalam jumlah penuturnya karena pengaruh bahasa persatuan yang begitu kuat mendominasi sehingga mempersempit ruang penggunaan bahasa local. Kebijakan penggunaan bahasa persatuan ini menafikan adanya keberdaan bahasa local yang masih fungisional dan bias menjadi alat komunikasi dalam pembangunan.
Penataan keberagaman budaya juga terlihat jelas dari segi religious di Indonesia, kesalahan terbesar pemerintah adalah pengakuan terhadap 6 agama  yang diakui di Indonesia yang berdampak telah membunuh agama-agama local dan agama asli etnis inodesia dan berakibat punahnya agama-agama local itu satu demi satu. Contoh dekat adalah agama parmalim, pelbegu,kaharingan dll yang tidak bias berekspresi akibat adanya proses dan pemaksaan pluralitas.
Proses penyatuan dan penyeragaman kebudayaan di Indonesia kemudia berimplikasi pada lahirnya pola hubungan social dan nilai-nilai baru dalam masyarakat yang menjadi dasar dari lahirnya berbagai persoalan social. Kebhinekatunggalikaan telah melahirkan suatu politik budaya yang represif yang melahirkan berbagai bentuk resistensi dan konflik yang laten. Persoalan itu muncul akibat penataan ruang politik dan pengolaan budaya yang salah dan bersifat majemuk.
Proses nasionalisme  menyebabkan terjadinya pengabaian terhadap keberagaman budaya di indosia yang tersebar di berbagia tempat yang begitu kaya dan banyak mengandung kearifan local. Terjadinya konflik diberbagia tempat sebenarnya merupakan bukti nyata kegagalan pemerintah dalam menemukan kebudayan nasional, jika pemahaman tentang keberagaman ini tidka bias dipahami secara baik maka bias di pastikan system pemerintahan akan selalu gagal.
Pengingkaran status kebudayaan yang baragam yang dilakukan oleh pemerintah melahirkan berbagai persoalan yang malah semakin menjauhkan masyrakat dari kebhinekatunggalikaan itu sendiri. Kebudayaan yang tidka mendapat pengakuan  akibat adanya ideologi pembangunan yang mementingkan kehomogenitasan dianggap baik dan mendorong berjalannya pembangunan secara teratur, tetapi itu tidk lah terjadi, bahkan sebaliknya  itu menjadi beban bagi pembangunan karena mengakibatkan terganggunya stabiitas politik karena berbagai konflik yang terjadi.
Dari pemaparan diatas proses penciptaan masyarakat dan system social yang “Bhineka Tunggal Ika” itu megalami banyak halangan karena konsep “satu” atau kesatuan dalam bhineka tunggal ika yang merujuk pada salah satu konsep yang tidak terdefenisikan secara jelas karena istilah itu lebih mendefeniskan politk yang berasa tunggal : bahasa yang satu dan orientasi nilai yang satu dan tentu saja tunduk pada satu pusat. Proses politik ini telah mengalami kegagalam karena pendefinisian secara substansial tentang makna kesatuan itu mendapat basis ekspresinya dan tidak terkomunikasi dengan baik.